Jatuhnya Soekarno merupakan
peristiwa politik cukup menarik dan sangat bersejarah.
Disintegrasi
dan instabilisasi nasional sejak periode Orde Lama yang berpuncak pada
pemberontakan PKI 30 September 1945 sampai lahirlah Supersemar(Surat
Peritah Sebelas Maret). Soekarno menandatangani Surat Perintah 11
Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya – berdasarkan versi yang
dikeluarkan Markas Besar Angkatan darat – menugaskan Letnan Jenderal Soeharto
untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.
Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai
Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di
parlemen. Supersemar adalah titik
balik lahirnya tonggak pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total
terhadap budaya dan sistem politik Orde Lama.Orde
baru berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang telah menyimpang dari
Pancasila.
Setelah pertanggung
jawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
(MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967 (ditolaknya
Pidato Nawaksara yang disampaikan oleh Presiden Soekarno),
Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada
Sidang Istimewa MPRS di tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat
Presiden Republik Indonesia. Selama masa pemerintahan Soeharto, praktik
korupsi, kolusi, nepotisme (KKN) tumbuh subur. Pembangunan Indonesia
berorientasi pada pertumbuhan ekonomi sehingga menyebabkan ketidakadilan dan
kesenjangan sosial. Bahkan, antara pusat dan daerah terjadi kesenjangan
pembangunan karena sebagian besar kekayaan daerah disedot ke pusat.
Akhirnya, muncul rasa tidak
puas di berbagai daerah, seperti di Aceh dan
Papua. Di luar Jawa terjadi kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan
pendatang (transmigran) yang memperoleh tunjangan pemerintah. Penghasilan yang
tidak merata semakin memperparah kesenjangan sosial. Pemerintah mengedepankan
pendekatan keamanan dalam bidang sosial dan politik. Pemerintah melarang kritik
dan demonstrasi. Oposisi diharamkan rezim Orde Baru. Kebebasan pers dibatasi
dan diwarnai pemberedelan Koran maupun majalah. Untuk menjaga keamanan atau
mengatasi kelompok separatis, pemerintah memakai kekerasan bersenjata.
Misalnya, program “Penembakan Misterius” (Petrus) atau Daerah Operasi Militer
(DOM). Kelemahan tersebut mencapai puncak pada tahun 1997-1998. Indonesia mengalami krisis
ekonomi pada tahun 1997. Krisis moneter dan keuangan yang semula terjadi di
Thailand pada bulan Juli 1997 merembet ke Indonesia. Hal ini diperburuk dengan
kemarau terburuk dalam lima puluh tahun terakhir.
Dari beberapa negara Asia,
Indonesia mengalami krisis paling parah. Solusi yang disarankan IMF justru
memperparah krisis. IMF memerintahkan penutupan enam belas bank swasta nasional
pada 1 November 1997. Hal ini memicu kebangkrutan bank dan negara. Krisis ekonomi
mengakibatkan rakyat menderita. Pengangguran melimpah dan harga kebutuhan pokok
melambung. Pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai daerah.
Daya beli masyarakat
menurun. Bahkan, hingga bulan Januari 1998 rupiah menembus angka Rp 17.000,00
per dolar AS. Masyarakat menukarkan rupiah dengan dolar. Pemerintah
mengeluarkan “Gerakan Cinta Rupiah”, tetapi tidak mampu memperbaiki keadaan.
Krisis moneter tersebut telah berkembang menjadi krisis multidimensi. Krisis ini ditandai adanya
keterpurukan di segala bidang kehidupan bangsa. Kepercayaan masyarakat kepada
pemerintah semakin menurun. Pemerintah kurang peka dalam menyelesaikan krisis
dan kesulitan hidup rakyat. Kabinet Pembangunan VII yang disusun Soeharto
ternyata sebagian besar diisi oleh kroni dan tidak berdasarkan keahliannya.
Kondisi itulah yang melatarbelakangi munculnya gerakan reformasi.
Gerakan reformasi
Gerakan
reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi
bangsa Indonesia. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus
di berbagai daerah. Akan tetapi, para mahasiswa harus turun ke jalan karena
aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Gerakan reformasi tahun
1998 mempunyai enam agenda antara lain (1) suksesi
kepemimpinan nasional, (2) amandemen UUD 1945, (3) pemberantasan
KKN,(4) penghapusan dwifungsi ABRI, (5) penegakan
supremasi hukum, dan (6)pelaksanaan otonomi daerah. Agenda utama gerakan
reformasi adalah turunnya Soeharto dari jabatan presiden.
Puncak kekesalan demonstran
ketika terjadi Tragedi Trisakti tanggal 12 Mei 1998 yang kemudian memicu
Kerusuhan besar-besaran Mei 1998 (Kerusuhan
Mei 1998) sehari setelah
kejadian tersebut. Beberapa hari mereka
menduduki gedung Parlemen kala itu. Ketika didalam gedung terjadi rapat pleno
Anggota Dewan. Akhir dari itu tanggal 21 Mei 1998 Suharto
secara resmi mengundurkan diri sebagai presiden Republik Indonesia kemudian
digantikan oleh wakilnya BJ.Habibie. Setelah
Habibie terpilih menjadi presiden menggantikan Suharto. Habibie membentuk
kabinet baru yang bernama "Kabinet Reformasi".
Seperti dilansir
dari wikipedia, Tanggal 10 November 1998 dibentukan himpunan mahasiswa yang
tergabung dalam Forum Komunikasi Senat Mahasiswa se-Jakarta (FKSMJ), ITB
Bandung, Universitas Siliwangi serta empat tokoh reformasi yaitu Abrurrahman
Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Sri Sultan Hamengkubuwono X dan Megawati Sukarno
Putri. Mereka mengadakan dialog nasional di kediaman Gusdur, Ciganjur, Jakarta
Selatan, dan menghasilkan 8 Butir Kesepakatan, yaitu :
1.
Mengupayakan terciptanya persatuan dan
kesatuan nasional.
2.
Menegakkan kembali kedaulatan rakyat.
3.
Melaksanakan desentralisasi pemerintahan
sesuai dengan otonomi daerah.
4.
Melaksanakan pemilu yang luber dan jurdil
guna mengakhiri masa pemerintahan transisi.
5.
Penghapusan Dwifungsi ABRI secara bertahap
6.
Mengusut pelaku KKN dengan diawali pengusutan
KKN yang dilakukan oleh Soeharto dan kroninya.
7.
Mendesak seluruh anggota Pam Swakarsa untuk
membubarkan diri.
Kejatuhan Suharto adalah
peristiwa mundurnya Suharto dari jabatan Presiden Indonesia. Suharto mundur
pada Mei 1998 setelah runtuhnya dukungan untuk dirinya. “Demi
terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta kelangsungan pembangunan
nasional, saya telah menyatakan rencana pembentukan Komite Reformasi dan
mengubah susunan Kabinet Pembangunan VII. Namun, kenyataan hingga hari ini menunjukkan
Komite Reformasi tersebut tidak dapat terwujud karena tidak adanya tanggapan
yang memadai terhadap rencana pembentukan komite tersebut. Dalam keinginan
untuk melaksanakan reformasi dengan cara sebaik-baiknya tadi, saya menilai
bahwa dengan tidak dapat diwujudkannya Komite Reformasi, maka perubahan susunan
Kabinet Pembangunan VII menjadi tidak diperlukan lagi. Dengan
memperhatikan keadaan di atas, saya berpendapat sangat sulit bagi saya untuk
dapat menjalankan tugas pemerintahan negara dan pembangunan dengan baik. Oleh
karena itu, dengan memperhatikan ketentuan Pasal 8 UUD 1945 dan secara
sungguh-sungguh memperhatikan pandangan pimpinan DPR dan pimpinan fraksi-fraksi
yang ada di dalamnya, saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan
saya sebagai Presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari
Kamis, 21 Mei 1998.” (Pidato
pengunduran diri)
Kejatuhan Suharto juga
menandai akhir masa Orde Baru, suatu rezim yang berkuasa sejak tahun 1968.
Soeharto telah menjadi presiden Indonesia selama 32 tahun. BJ Habibie melanjutkan
setidaknya setahun dari sisa masa kepresidenannya sebelum kemudian digantikan
oleh Abdurrahman Wahid pada tahun 1999(melalui pemilu). Peninggalan Soeharto masih
diperdebatkan sampai saat ini. Dalam masa kekuasaannya, yang disebut Orde Baru,
Soeharto membangun negara yang stabil dan mencapai kemajuan ekonomi dan
infrastruktur.[3][4][5][6] Suharto juga membatasi kebebasan
warganegara Indonesia keturunan Tionghoa, menduduki Timor Timur, dan dianggap
sebagai rezim paling korupsi sepanjang masa dengan jumlah $AS 15 miliar sampai
$AS 35 miliar.[7] Usaha untuk mengadili Soeharto gagal karena
kesehatannya yang memburuk. Setelah menderita sakit berkepanjangan, ia
meninggal karena kegagalan organ multifungsi di Jakarta pada tanggal 27 Januari
2008.
Sistem pemerintahan pada masa reformasi
Presiden Habibie sebagai
pembuka sejarah perjalanan bangsa pada era reformasi mengupayakan pelaksanaan
politik Indonesia dalam kondisi yang transparan serta merencanakan pelaksanaan
pemilihan umum yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Pemilihan
umum yang akan diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Habibie merupakan
pemilihan umum yang telah bersifat demokratis. Selain itu pada masa
pemerintahan Habibie, orang bebas mengemukakan pendapatnya di muka umum.
Presiden Habibie memberikan ruang bagi siapa saja yang ingin menyampaikan
pendapat, baik dalam bentuk rapat-rapat umum maupun unjuk rasa atau
demonstrasi. Namun khusus demonstrasi, setiap organisasi atau lembaga yang
ingin melakukan demonstrasi hendaknya mendapatkan izin dari pihak kepolisian
dan menentukan tempat untuk melakukan demonstrasi tersebut. Setelah reformasi
dilaksanakan, peran ABRI di Perwakilan Rakyat DPR mulai dikurangi secara
bertahap yaitu 75 orang menjadi 38 orang. Langkah ini yang ditempuh adalah ABRI
semula terdiri dari empat angkatan yaitu Angkatan
Darat, Laut, dan Udara serta Kepolisian RI, namun mulai tanggal 5 Mei 1999
Polri memisahkan diri dari ABRI dan kemudian berganti nama menjadi Kepolisian Negara.
Istilah ABRI pun berubah menjadi TNI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan
Laut, dan Angkatan Udara.
Pada masa Pemerintahan
Presiden B.J. Habibie dilakukan reformasi di bidang hukum. Reformasi hukum itu
disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat. Tindakan yang
dilakukan oleh Presiden Habibie untuk mereformasi hukum mendapat sambutan baik
dari berbagai kalangan masyarakat, karena reformasi hukum yang dilakukannya
mengarah kepada tatanan hukum yang didambakan oleh masyarakat. Presiden Habibie mencabut
lima paket undang-undang tentang politik. Sebagai gantinya DPR berhasil
menetapkan tiga undang-undang politik baru. Ketiga undang-undang itu disahkan
pada tanggal 1 Februari 1999 dan ditandatangani oleh Presiden Habibie. Ketiga
undang-undang itu antara lain undang-undang partai politik, pemilihan umum,
susunan serta kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Munculnya undang-undang
politik yang baru memberikan semangat untuk berkembangnya kehidupan politik di
Indonesia. Dengan munculnya undang-undang politik itu partai-partai politik
bermunculan dan bahkan tidak kurang dari 112 partai politik telah berdiri di
Indonesia pada masa itu. Namun dari sekian banyak jumlahnya, hanya 48 partai
politik yang berhasil mengikuti pemilihan umum tahun 1999. Hal ini disebabkan
karena aturan seleksi partai-partai politik diberlakukan cukup ketat. Setalah
perhitungan suara berhasil diselesaikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU),
hasilnya lima besar partai yang berhasil meraih suara-suara terbanyak di
antaranya PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan pembangunan, Partai
Pembangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional.
Setelah Komisi Pemilihan
Umum berhasil menetapkan jumlah anggota DPR dan MPR segera melaksanakan sidang.
Sidang Umum MPR tahun 1999 diselenggarakan sejak
tanggal 1 – 21 Oktober 1999. Dalam Sidang Umum itu Amien Rais dikukuhkan
menjadi ketua MPR dan Akbar Tanjung menjadi ketua DPR. Sedangkan pada Sidang
Paripurna MPR XII, pidato pertanggung jawaban Presiden Habibie ditolak oleh MPR
melalui mekanisme voting dengan 355 suara menolah, 322 menerima, 9 absen dan 4
suara tidak sah. Akibat penolakan pertanggungjawaban itu, Habibie tidak dapat
untuk mencalonkan diri mejadi Presiden Republik Indonesia. Hal ini
mengakibatkan munculnya tiga calon Presiden yang diajukan oleh fraksi-fraksi
yang ada di MPR yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Megawati Soekarnoputri, dan
Yuhsril Ihza MAhendra. Namun tanggal 20 Oktober 1999, Yuhsril Ihza Mahendra
mengundurkna diri. Oleh karena itu, tinggal dua calon Presiden yang maju dalam
pemilihan itu, Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnopoutri. Dari hasil
pemilihan presiden yang dilaksanakan secara voting, Abdurrahman Wahid terpilih
menjadi Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 21 Oktober 1999 dilaksanakan
pemilihan Wakil Presiden dengan calonnya Megawati Soekaroputri dan Hamzah Haz.
Pemilihan Wakil Presiden ini kemudian dimenangkan oleh Megawati Soekarnoputri.
Kemudian pada tanggal 25 Oktober 1999 Presiden Abdurrahman Wahid dan Wakil
Presiden Megawati Soekarnoputri berhasil membentuk Kabinet Persatuan Nasional.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur)
menduduki jabatan sebagai Presiden Republik Indonesia tidak sampai pada akhir
masa jabatannya. Beliau menduduki jabatan sampai tahun 2001 dikarenakan
munculnya ketidakpercayaan parlemen padanya. DPR/MPR kemudian memilih dan
mengangkat Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden Republik Indonesia dan
Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden Indonesia. Masa kekuasaan Megawati berakhir
pada tahun 2004.
Pemilihan Umum tahun 2004
merupakan momen yang sangat penting dalam sejarah pemerintahan Republik
Indonesia. Untuk pertama kalinya pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
dilakukan secara langsung oleh rakyat Indonesia. Pada pemilihan umum ini Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY) terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan Jusuf
Kalla sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia untuk masa jabatan 2004-2009.
Kondisi
Sosial Masyarakat Sejak Reformasi
Sejak krisis moneter
yang melanda pada pertengahan tahun 1997, perusahaan-perusahaan swasta
mengalami kerugian yang tidak sedikit, bahkan pihak perusahaan mengalami
kesulitan memenuhi kewajibannya untuk membayar gaji dan upah pekerjanya.
Keadaan seperti ini menjadi masalah yang cukup berat karena disatu sisi
perusahaan mengalami kerugian yang cukup besar dan disisi lain para pekerja
menuntut kenaikan gaji. Tuntutan para pekerja untuk menaikkan gaji sangat sulit
dipenuhi oleh pihak perusahaan, akhirnya banyak perusahaan yang mengambil
tindakan untuk mengurangi tenaga kerja dan terjadilah PHK.
Para pekerja yang
diberhentikan itu menambah jumlah pengangguran, sehingga jumlah pengangguran
diperkirakan mencapai 40 juta orang. Pegangguran dalam jumlah yang sangat besar
ini akan menimbulkan terjadinya masalah sosial dalam kehidupan masyarakat.
Dampak susulan dari pengangguran adalah makin maraknya tindakan-tindakan
criminal yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Langkah yang diambil untuk
mengatasi masalah tersebut adalah pemerintah dengan serius menangani masalah
pengangguran dengan membuka lapangan kerja baru yang dapat menampung para
penganggur tersebut. Langkah berikutnya, pemerintah berusaha menarik kembali
para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, sehingga dapat membuka
lapangan kerja baru untuk menampung para penganggur tersebut.
Kondisi Ekonomi Masyarakta
Indonesia
Sejak berlangusngnya krisis
moneter pertengahan tahun 1997, ekonomi Indonesia
mulai mengalami keterpurukan. Keadaan perekonomian makin memburuk dan kesejahteraan
rakyat makin menurun. Pengangguran juga semakin luas. Ada beberapa hal yang
dilakukan oleh pemerintahan Habibie untuk memperbaiki perekonomian Indonesia
diantaranya :
a.
Merekapitulasi perbankan
b.
Merekonstruksi perekonomian Indonesia
c.
Melikuidasi beberapa bank bermasalah
d.
Menaikkan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat hingga di bawah Rp
10.000,-
e.
Mengimplementasikan reformasi ekonomi yang disyaratkan IMF
Dalam rangka meningkatkan
kegiatan ekonomi masyarakat, pemerintah juga memperhatikan harga produk
pertanian Indonesia, karena selama masa pemerintahan Orde Baru maupun sejak
krisis 1997 tidak pernah berpihak kepada petani. Apabila pendapatan petani
meningkat, maka permintaan pertanian terhadap barang non pertanian juga
meningkat. Dengan ditetapkannya harga produk pertanian akan member semangat
bangkitnya para pengusaha untuk mengembangkan kegiatan perusahaannya.
Pihak pemerintah telah berusaha
ntuk membawa Indonesia keluar dari krisis. Tetapi tidak mungkin dapat dilakukan
dalam waktu yang singkat. Oleh sebab itu untuk mengatasi krisis, presiden
sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan Republik Indonesia, memerlukan
penyelesaian secara bertahap berdasarkan skala prioritas.
Mundurnya Soeharto dari jabatannya pada tahun
1998 dapat dikatakan sebagai tanda akhirnya Orde Baru, untuk kemudian
digantikan "Era Reformasi". Masih adanya tokoh-tokoh penting pada
masa Orde Baru di jajaran pemerintahan pada masa Reformasi ini sering membuat
beberapa orang mengatakan bahwa Orde Baru masih belum berakhir. Oleh karena itu
Era Reformasi atau Orde Reformasi sering disebut sebagai "Era Pasca Orde
Baru".
Perubahan
(amandemen) UUD 1945
Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945
mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan
Sidang Tahunan MPR:
·
Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober
1999 → Perubahan Pertama UUD 1945
·
Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus
2000 → Perubahan Kedua UUD 1945
·
Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November
2001 → Perubahan Ketiga UUD 1945
·
Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus
2002 → Perubahan Keempat UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 berdasarkan Pasal II
Aturan Tambahan terdiri atas Pembukaan dan
pasal-pasal. Tentang sistem pemerintahan
negara republik Indonesia dapat dilihat di dalam pasal
pasal
sebagai berikut :
Negara Indonesia adalah
negara Hukum.
Tercantum di dalam Pasal 1
ayat (3). Negara hukum yang dimaksud adalah negara yang menempatkan kekuasaan
kehakiman sebagai kekuasaan yang merdeka, menghormati hak asasi mansuia dan
prinsip due process of law. Pelaksanaan kekuasaan kehakiman yang merdeka diatur
dalam bab IX yang berjumlah 5 pasal dan 16 ayat. (Bandingkan dengan UUD 1945
sebelum perubahan yang hanya 2 pasal dengan 2 ayat). Kekuasaan kehakiman
merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna
menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1 UUD 1945). Kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang ada di bawahnya
dalam lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer dan
peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Sedangkan
badan-badan lainnya yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur
dalam undang-undang.
Sistem Konstitusional
Sistem Konstitusional
pada era reformasi (sesudah amandemen UUD 1945) berdasarkan Check and
Balances. Perubahan UUD 1945 mengenai penyelenggaraan kekuasaan negara
dilakukan untuk mempertegas kekuasaan dan wewenang masing-masing
lembaga-lembaga negara, mempertegas batas-batas kekuasaan setiap lembaga negara
dan menempatkannya berdasarkan fungsi-fungsi penyelenggaraan negara bagi setiap
lembaga negara. Sistem yang hendak dibangun adalah sistem “check and
balances”, yaitu pembatasan kekuasaan setiap lembaga negara oleh
undang-undang dasar, tidak ada yang tertinggi dan tidak ada yang rendah,
semuanya sama diatur berdasarkan fungsi-fungsi masing-masing.
Atas dasar semangat itulah
perubahan pasal 1 ayat 2, UUD 1945 dilakukan, yaitu perubahan dari “Kedaulatan
ditangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”, menjadi “Kedaulatan di
tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Ini berarti bahwa
kedaulatan rakyat yang dianut adalah kedaulatan berdasar undang-undang dasar
yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar oleh lembaga-lembaga negara
yang diatur dan ditentukan kekuasaan dan wewenangnya dalam undang-undang dasar.
Oleh karena itu kedaulatan rakyat, dilaksanakan oleh MPR, DPR, DPD, Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, BPK dan lain-lain sesuai
tugas dan wewenangnya yang diatur oleh UUD. Bahkan rakyat secara langsung dapat
melaksanakan kedaulatannya untuk menentukan Presiden dan Wakil Presidennya
melalui pemilihan umum.
Tata
urutan perundang-undangan RI
Pada era reformasi diadakan tata urutan
terhadap peraturan perundang-undangan sebanyak dua kali, yaitu :
Menurut
TAP MPR III Tahun 2000:
1.
UUD 1945
2.
TAP MPR
3.
UU
4.
PERPU
5.
PP
6.
Keputusan Presiden
7.
Peraturan Daerah
Menurut
UU No. 10 Tahun 2004:
1.
UUD 1945
2.
UU/PERPU
3.
Peraturan Pemerintah
4.
Peraturan Presiden
5.
Peraturan Daerah
Sistem
Pemerintahan
Sistem ini tetap dalam
frame sistem pemerintahan presidensial, bahkan mempertegas sistem presidensial
itu, yaitu Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen, akan tetap
bertanggung kepada rakyat dan senantiasa dalam pengawasan DPR. Presiden hanya
dapat diberhentikan dalam masa jabatannya karena melakukan perbuatan melanggar
hukum yang jenisnya telah ditentukan dalam Undang-Undang Dasar atau tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden. DPR dapat mengusulkan untuk memberhentikan
Presiden dalam masa jabatannya manakala ditemukan pelanggaran hukum yang
dilakukan Presiden sebagaimana yang ditentukan dalam Undang-Undang Dasar. Kekuasaan negara tertinggi
di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Sesuai dengan Pasal 2 ayat
(1) bahwa MPR terdiri dari anggota DPR dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
MPR berdasarkan Pasal 3, mempunyai wewenang dan tugas sebagai
berikut
:
- Mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar
- Melantik
Presiden dan/atau Wakil Presiden
- Dapat memberhentikan
presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut UUD
Presiden ialah
penyelenggara pemerintah Negara yang tertinggi menurut UUD. Masih relevan
dengan jiwa Pasal 3 ayat (2), Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2). Presiden adalah
kepala negara dan sekaligus kepala pemerintahan. Pada awal reformasi Presiden
dan wakil presiden dipilih dan diangkat oleh MPR (Pada Pemerintahan BJ.
Habibie, Abdurrahman Wahid, dan Megawati Soekarnoputri untuk masa jabatan lima
tahun. Tetapi, sesuai dengan amandemen ketiga UUD 1945 (2001) presiden dan
wakil presiden akan dipilih secara langsung oleh rakyat dalam satu paket. Presiden
tidak bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
Dengan memperhatikan pasal-pasal tentang kekuasaan pemerintahan negara (Presiden) dari Pasal 4 s.d. 16, dan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 19 s.d. 22B), maka ketentuan bahwa Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR masih relevan. Sistem pemerintahan negara republik Indonesia masih tetap menerapkan sistem presidensial.
Menteri negara ialah
pembantu Presiden, menteri negara tidak bertanggungjawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
Presiden dibantu oleh menteri-menteri negara.
Menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden yang pembentukan,
pengubahan dan pembubarannya diatur dalam undang-undang (Pasal 17).
Kekuasaan
Kepala Negara tidak tak terbatas.
Presiden sebagai kepala negara, kekuasaannya
dibatasi oleh undang-undang. MPR berwenang memberhentikan Presiden dalam masa
jabatanya (Pasal 3 ayat 3). Demikian juga DPR, selain mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapat, juga hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas (Pasal 20 A ayat
2 dan 3).
Ayo Daftar Sekarang, Nikmati Freechip Berlimpah Setiap Hari... Join Disini Banyak Jenis Permainan Taruhan Online Terbaik, Kunjungi Website Kami Di Klik Disini dan Dapatkan Bonus Terbaru 8X 9X 10X win klik disini untuk mendapatkan akun Sabung Ayam anda dan Bonus Berlimpah.
BalasHapus1
23
1