Minggu, 24 Juli 2016

perjanjian linggarjati,renville, roem-roijen, konferensi inter indonesia

PERJUANGAN MEMPERTAHANKAN
KEMERDEKAAN INDONESIA
SECARA DIPLOMASI


 















NAMA                  :   AZZAHRA ROJAA’ AISYAH
KELAS                 :   V C
NO. ABSEN         :   32




SD MUHAMMADIYAH KETELAN SURAKARTA
TAHUN PELAJRAN 2015/2016
DAFTAR ISI

COVER........................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
PERJANJIAN LINGGAR JATI................................................................................. 3
A.         Latar Belakang............................................................................................... 3
B.         Misi Pendahuluan........................................................................................... 3
C.         Jalannya Perundingan..................................................................................... 3
D.         Hasil Perundingan.......................................................................................... 3
E.          Pro dan Kontra di Kalangan Masyarakat Indonesia...................................... 4
F.          Pelanggaran Peraturan.................................................................................... 4

PERJANJIAN RENVILLE......................................................................................... 5
A.         Delegasi.......................................................................................................... 5
B.         Genjatan Senjata............................................................................................. 5
C.         Isi Perjanjian................................................................................................... 5
D.         Pasca Perjanjian.............................................................................................. 5

PERJANJIAN ROEM-ROYEM.......................................................................... ....... 7
A.         Kesepakatan................................................................................................... 7
B.         Pasca Perjanjian....................................................................................... ....... 7

KONFERENSI INTER INDONESIA........................................................................ 9
A.         Konferensi Inter Indonesia 1 dan 2................................................................ 9
B.         Isi Konferensi Inter-Indonesia....................................................................... 9

KONFERENSI MEJA BUNDAR............................................................................ 11
A.         Latar Belakang............................................................................................. 11
B.         Negosiasi...................................................................................................... 11
C.         Hasil.............................................................................................................. 12
D.         Dampak................................................................................................... ..... 13

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 14





PERUNDINGAN /PERJANJIAN LINGGARJATI

Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Lingga'r'jati adalah suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di LinggarjatiJawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.

A.           LATAR BELAKANG
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.

B.            MISI PENDAHULUAN
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.

C.           JALANNYA PERUNDINGAN
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.

D.           HASIL PERUNDINGAN
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:
1.             Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa dan Madura.
2.             Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3.             Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4.             Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.

E.            PRO DAN KONTRA DI KALANGAN MASYARAKAT INDONESIA
Salah satu poster yang dipajang di Bangunan Cagar Budaya Gedung Perundingan Linggarjati berisikan himbauan pencegahan konflik akibat pro kontra masyarakat Indonesia terhadap hasil perundingan.
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai sepertiPartai MasyumiPNIPartai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati.

F.            PELANGGARAN PERJANJIAN
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslahAgresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.



PERUNDINGAN /PERJANJIAN RENVILLE

Perjanjian Renville adalah perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok,Jakarta. Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika SerikatAustralia, dan Belgia.

A.           DELEGASI
Delegasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin oleh Frank Porter Graham.

B.            GENCATAN SENJATA
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.

C.           ISI PERJANJIAN
1.        Belanda hanya mengakui Jawa tengahYogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2.        Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3.        TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.

D.           PASCA PERJANJIAN
Wilayah Indonesia diPulau Jawa (warnamerah) pasca perjanjan Renville.Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapatkan julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan mereka.
Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M. Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Akibat dari Perjanjian Renville itu pula, pasukan dari Resimen 40/Damarwulan, bersama batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total penikut sebanyak tidak kurang dari 5000 orang, juga Hijrah ke daerah Blitar dan sekitarnya. Resimen 40/Damarwulan ini kemudian berubah menjadi Brigade III/Damarwulan, dan batalyonnyapun berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Setelah keluarnya Surat Perintah Siasat No I, dari PB Sudirman, yang mengharuskan semua pasukan hijrah pulang dan melanjutkan gerilya di daerah masing-masing, Pasukan Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol Moch Sroedji ini, melaksanakan Wingate Action, dengan menempuh jarak kurang lebih 500 kilometer selama 51 hari




PERUNDINGAN/PERJANJIAN ROEM-ROIJEN 

Perjanjian Roem-Roijen (juga disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian antara Indonesia denganBelanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes,Jakarta. Namanya diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie” (Yogyakarta adalah Republik Indonesia)

A.           KESEPAKATAN
Hasil pertemuan ini adalah:
·         Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua aktivitas gerilya
·         Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri Konferensi Meja Bundar
·         Pemerintah Republik Indonesia dikembalikan ke Yogyakarta
·         Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang

Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
·         Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
·         Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
·         Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia

B.            PASCA PERJANJIAN
Pada 6 JuliSukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presidenPemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus).Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.



KONFERENSI INTER INDONESIA

 

 

Isi Konferensi Inter Indonesia (19 -22 Juli 1949 dan 31 Juli - 2 Agustus 1949)

Konferensi Inter-Indonesia merupakan salah satu bentuk perundingan Indonesia-Belandan sebagai bentuk perjuangan diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia, yang meliputi konferensi inter-indonesia, isi konferensi inter indonesia, perundingan inter indonesia, perjanjian inter indonesia.
Sebelum 
Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara-negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat.         


A.      KONFERENSI INTER INDONESIA 1 DAN 2

Konferensi Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke Yogyakarta.Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 - 22 Juli 1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan di Jakarta pada tanggal 30 Juli - 2 Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO).          

Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalahm pembentukan RIS, antara lain:
1.    Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,   
2.    Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.      


B.       ISI KONFERENSI INTER-INDONESIA

Hasil positif Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.        
1.    Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia                   bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).           
2.    Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
3.    Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
4.    Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.




Dalam bidang militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.
1.       Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang       Nasional.
2.       TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada           dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat            yang akan ditentukan lebih lanjut.     

3.       Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara   bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.

Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan.
Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian.
Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus.




KONFERENSI MEJA BUNDAR

Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustushingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik IndonesiaBelanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.[1] Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.

A.           LATAR BELAKANG
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belandamendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28 Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecamserangan militer Belanda terhadap tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik. Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara dua pihak.[2]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6 Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan,Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan posisi perunndingan antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja Bundar akan digelar di Den Haag.

B.            NEGOSIASI
Perundingan menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya Piagam Kedaulatan, Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial dan militer.[5] Mereka juga menyepakati penarikan mundur tentara Belanda "dalam waktu sesingkat-singkatnya", serta Republik Indonesia Serikat memberikan status bangsa paling disukai kepada Belanda. Selain itu, tidak akan ada diskriminasi terhadap warga negara dan perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil alih kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda.[6] Akan tetapi, ada perdebatan dalam hal utang pemerintah kolonial Belanda dan status Papua Barat.
Perundingan mengenai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda berlangsung berkepanjangan, dengan masing-masing pihak menyampaikan perhitungan mereka dan berpendapat mengenai apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang yang dibuat oleh Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada 1942. Delegasi Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar biaya yang menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap Indonesia. Pada akhirnya, berkat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk Indonesia, pihak Indonesia menyadari bahwa kesediaan membayar sebagian utang Belanda adalah harga yang harus dibayar demi memperoleh kedaulatan. Pada 24 Oktober, delegasi Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 4,3 miliar gulden utang pemerintah Hindia Belanda.[7]
Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan pembicaraan menjadi buntu. Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi seluruh wilayah Hindia Belanda. Di pihak lain, Belanda menolak karena mengklaim bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya.[8] Meskipun opini publik Belanda yang mendukung penyerahan Papua Barat kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati.[9] Pada akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu kesepakatan diperoleh, status Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu satu tahun setelah penyerahan kedaulatan.[10]

C.           HASIL
Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen Belanda pada 2 November 1949. Kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia Serikat pada 27 December 1949.[11] Isi perjanjian konferensi adalah sebagai berikut:
Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut:
1.        Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2.        Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
·                Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
·                Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan pemimpin kerajaan Belanda sebagai kepala negara
·                Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat

D.           DAMPAK
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentukKabinet Republik Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan "penyesalan sedalam-dalamnya atas semua penderitaan" yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf. Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri Indonesia Hassan Wirayuda mengatakan bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat hubungan bilateral antara dua negara".
Tekait utang Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak membayar sisanya.[18]



DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar