KEMERDEKAAN INDONESIA
SECARA DIPLOMASI
NAMA : AZZAHRA ROJAA’ AISYAH
KELAS : V C
NO. ABSEN : 32
SD MUHAMMADIYAH KETELAN SURAKARTA
TAHUN PELAJRAN 2015/2016
DAFTAR ISI
COVER........................................................................................................................ 1
DAFTAR ISI................................................................................................................ 2
PERJANJIAN LINGGAR JATI................................................................................. 3
A.
Latar Belakang............................................................................................... 3
B.
Misi Pendahuluan........................................................................................... 3
C.
Jalannya Perundingan..................................................................................... 3
D.
Hasil Perundingan.......................................................................................... 3
E.
Pro dan Kontra di Kalangan
Masyarakat Indonesia...................................... 4
F.
Pelanggaran Peraturan.................................................................................... 4
PERJANJIAN RENVILLE......................................................................................... 5
A.
Delegasi.......................................................................................................... 5
B.
Genjatan Senjata............................................................................................. 5
C.
Isi Perjanjian................................................................................................... 5
D.
Pasca Perjanjian.............................................................................................. 5
PERJANJIAN ROEM-ROYEM.......................................................................... ....... 7
A.
Kesepakatan................................................................................................... 7
B.
Pasca Perjanjian....................................................................................... ....... 7
KONFERENSI INTER INDONESIA........................................................................ 9
A.
Konferensi Inter Indonesia 1
dan 2................................................................ 9
B.
Isi Konferensi
Inter-Indonesia....................................................................... 9
KONFERENSI MEJA BUNDAR............................................................................ 11
A.
Latar Belakang............................................................................................. 11
B.
Negosiasi...................................................................................................... 11
C.
Hasil.............................................................................................................. 12
D.
Dampak................................................................................................... ..... 13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 14
PERUNDINGAN /PERJANJIAN
LINGGARJATI
Perundingan Linggarjati atau
kadang juga disebut Perundingan Lingga'r'jati adalah
suatu perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan persetujuan mengenai status
kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan
ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada 25 Maret 1947.
A.
LATAR
BELAKANG
Masuknya AFNEI yang diboncengi NICA ke Indonesia karena Jepang menetapkan
'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia
dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah
Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan
militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris,
mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, namun
perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui
kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, namun Belanda hanya mau
mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja.
B.
MISI PENDAHULUAN
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan
antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di
Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda
dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan
gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah
perundingan di Linggarjati yang dimulai tanggal 11 November 1946.
C.
JALANNYA
PERUNDINGAN
Dalam perundingan ini Indonesia diwakili oleh Sutan Syahrir, Belanda
diwakili oleh tim yang disebut Komisi Jendral dan dipimpin oleh Wim
Schermerhorn dengan anggota H.J. van Mook,dan Lord Killearn dari Inggris
bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
D.
HASIL
PERUNDINGAN
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain
berisi:
3.
Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara
RIS.
4.
Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth/Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
E.
PRO DAN
KONTRA DI KALANGAN MASYARAKAT INDONESIA
Salah satu poster yang dipajang di Bangunan Cagar Budaya Gedung Perundingan
Linggarjati berisikan himbauan pencegahan konflik akibat pro kontra masyarakat
Indonesia terhadap hasil perundingan.
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat
Indonesia, contohnya beberapa partai sepertiPartai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat
Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti
lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara
Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota Komite Nasional
Indonesia Pusat agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung
perundingan linggarjati.
F.
PELANGGARAN
PERJANJIAN
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Gubernur Jendral H.J. van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda
tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslahAgresi Militer Belanda I. Hal ini
merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.
PERUNDINGAN /PERJANJIAN RENVILLE
Perjanjian
Renville adalah
perjanjian antara Indonesia dan Belanda yang ditandatangani pada
tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang
Amerika Serikat sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok,Jakarta. Perundingan dimulai pada
tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga Negara (KTN), Committee of
Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia, dan Belgia.
A.
DELEGASI
Delegasi Indonesia dipimpin oleh
Perdana Menteri Amir Syarifuddin Harahap. Delegasi Kerajaan Belanda dipimpin oleh Kolonel KNIL Abdulkadir Widjojoatmodjo. Delegasi Amerika Serikat dipimpin
oleh Frank Porter Graham.
B.
GENCATAN SENJATA
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya
pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan
gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi
pertempuran terus terjadi antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar
yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit pasukan TNI juga terlibat baku
tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara Karawang dan Bekasi.
C.
ISI PERJANJIAN
1.
Belanda hanya
mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah Republik Indonesia
2.
Disetujuinya
sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah pendudukan Belanda
3.
TNI harus
ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa Barat dan Jawa Timur.
D.
PASCA PERJANJIAN
Wilayah Indonesia diPulau Jawa (warnamerah) pasca perjanjan Renville.Sebagai
hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah
yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Divisi ini mendapatkan
julukan Pasukan Hijrah oleh masyarakat Kota Yogyakarta yang menyambut kedatangan
mereka.
Tidak semua pejuang Republik yang
tergabung dalam berbagai laskar, seperti Barisan Bambu Runcing dan Laskar
Hizbullah/Sabillilah di bawah pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, mematuhi hasil Persetujuan
Renville tersebut. Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap
tentara Belanda. Setelah Soekarno dan Hatta ditangkap di Yogyakarta, S.M.
Kartosuwiryo, yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir
Syarifuddin, Menganggap Negara Indonesia telah Kalah dan Bubar, kemudian ia
mendirikan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di wilayah yang masih dikuasai
Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Akibat dari Perjanjian Renville itu pula, pasukan dari Resimen
40/Damarwulan, bersama batalyon di jajarannya, Batalyon Gerilya (BG) VIII
Batalyon Gerilya (BG) IX, Batalyon Gerilya (BG) X, Depo Batalyon, EX. ALRI
Pangkalan X serta Kesatuan Kelaskaran, dengan total penikut sebanyak tidak
kurang dari 5000 orang, juga Hijrah ke daerah Blitar dan sekitarnya. Resimen
40/Damarwulan ini kemudian berubah menjadi Brigade III/Damarwulan, dan
batalyonnyapun berubah menjadi Batalyon 25, Batalyon 26, Batalyon 27. Setelah
keluarnya Surat Perintah Siasat No I, dari PB Sudirman, yang mengharuskan semua
pasukan hijrah pulang dan melanjutkan gerilya di daerah masing-masing, Pasukan
Brigade III/Damarwulan, di bawah pimpinan Letkol Moch Sroedji ini, melaksanakan
Wingate Action, dengan menempuh jarak kurang lebih 500 kilometer selama 51 hari
PERUNDINGAN/PERJANJIAN
ROEM-ROIJEN
Perjanjian Roem-Roijen (juga
disebut Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah sebuah perjanjian
antara Indonesia denganBelanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan
akhirnya ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes,Jakarta. Namanya
diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad Roem dan Herman van Roijen. Maksud pertemuan ini adalah untuk menyelesaikan
beberapa masalah mengenai kemerdekaan Indonesia sebelum Konferensi Meja Bundar di Den Haag pada tahun yang sama. Perjanjian ini sangat alot
sehingga memerlukan kehadiran Bung Hatta dari pengasingan di Bangka, juga Sri
Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta untuk mempertegas sikap Sri Sultan HB
IX terhadap Pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta, di mana Sultan
Hamengku Buwono IX mengatakan “Jogjakarta is de Republiek Indonesie”
(Yogyakarta adalah Republik Indonesia)
A.
KESEPAKATAN
Hasil pertemuan ini adalah:
·
Angkatan bersenjata Indonesia akan menghentikan semua
aktivitas gerilya
·
Pemerintah Republik Indonesia akan menghadiri
Konferensi Meja Bundar
·
Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua
operasi militer dan membebaskan semua tawanan perang
·
Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara
utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian Renville pada 1948
·
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah
persekutuan dengan dasar sukarela dan persamaan hak
·
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan,
dan kewajiban kepada Indonesia
B.
PASCA
PERJANJIAN
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali
dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van Roijen
dan Sjafruddin Prawiranegara yang
menjabat presidenPemerintahan
Darurat Republik Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan
kembali mandatnya kepada Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI
pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia
dimulai di Jawa (11 Agustus) dan Sumatera (15 Agustus).Konferensi Meja Bundar mencapai
persetujuan tentang semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.
KONFERENSI INTER INDONESIA
Isi Konferensi Inter Indonesia (19 -22
Juli 1949 dan 31 Juli - 2 Agustus 1949)
Konferensi
Inter-Indonesia merupakan salah satu bentuk perundingan Indonesia-Belandan
sebagai bentuk perjuangan diplomasi mempertahankan kemerdekaan Indonesia,
yang meliputi konferensi inter-indonesia, isi konferensi inter indonesia,
perundingan inter indonesia, perjanjian inter indonesia.
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara-negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
Sebelum Konferensi Meja Bundar berlangsung, dilakukan pendekatan dan koordinasi dengan negara-negara bagian (BFO) terutama berkaitan dengan pembentukan Republik Indonesia Serikat.
A. KONFERENSI INTER INDONESIA 1 DAN 2
Konferensi
Inter-Indonesia ini penting untuk menciptakan kesamaan pandangan menghadapi
Belanda dalam KMB. Konferensi diadakan setelah para pemimpin RI kembali ke
Yogyakarta.Konferensi Inter-Indonesia I diadakan di Yogyakarta pada tanggal 19 - 22 Juli
1949. Konferensi Inter-Indonesia I dipimpin Mohammad Hatta. Konferensi Inter-Indonesia II diadakan
di Jakarta pada tanggal 30 Juli - 2
Agustus 1949. Konferensi Inter-Indonesia II dipimpin oleh Sultan Hamid (Ketua BFO).
Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalahm pembentukan RIS, antara lain:
1. Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
2. Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
Pembicaraan dalam Konferensi Inter-Indonesia hampir semuanya difokuskan pada masalahm pembentukan RIS, antara lain:
1. Masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS,
2. Kerja sama antara RIS dan Belanda dalam Perserikatan Uni.
B. ISI KONFERENSI INTER-INDONESIA
Hasil positif
Konferensi Inter-Indonesia adalah disepakatinya beberapa hal berikut ini.
1. Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
4. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
1. Negara Indonesia Serikat yang nantinya akan dibentuk di Indonesia bernama Republik Indonesia Serikat (RIS).
2. Bendera kebangsaan adalah Merah Putih.
3. Lagu kebangsaan adalah Indonesia Raya.
4. Hari 17 Agustus adalah Hari Nasional.
Dalam bidang
militer, Konferensi Inter-Indonesia memutuskan hal-hal berikut.
1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
3. Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
1. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
2. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lain dengan syarat-syarat yang akan ditentukan lebih lanjut.
3. Pertahanan negara adalah semata-mata hak Pemerintah RIS, negara-negara bagian tidak mempunyai angkatan perang sendiri.
Kesepakatan tersebut mempunyai arti penting sebab perpecahan yang telah dilakukan oleh Belanda sebelumnya, melalui bentuk-bentuk negara bagian telah dihapuskan.
Kesepakatan ini juga merupakan bekal yang sangat berharga dalam menghadapi Belanda dalam perundingan-perundingan yang akan diadakan kemudian.
Pada tanggal 1 Agustus 1949, pihak Republik Indonesia dan Belanda mencapai persetujuan penghentian tembak-menembak yang akan mulai berlaku di Jawa pada tanggal 11 Agustus dan di Sumatera pada tanggal 15 Agustus.
KONFERENSI
MEJA BUNDAR
Konferensi Meja Bundar adalah
sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustushingga 2 November 1949 antara
perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara
yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.[1] Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga
pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948),
dan Perjanjian Roem-Royen (1949).
Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan
kepada Republik Indonesia Serikat.
A.
LATAR
BELAKANG
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan kegagalan. Belandamendapat kecaman keras dari dunia internasional.
Belanda dan Indonesia kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk
menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat perundingan Linggarjati dan perjanjian Renville. Pada 28
Januari 1949, Dewan Keamanan Perserikatan
Bangsa-Bangsa meloloskan resolusi yang mengecamserangan militer Belanda terhadap
tentara Republik di Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintah Republik.
Diserukan pula kelanjutan perundingan untuk menemukan penyelesaian damai antara
dua pihak.[2]
Menyusul Perjanjian Roem-Royen pada 6
Juli, yang secara efektif ditetapkan oleh resolusi Dewan Keamanan,Mohammad Roem mengatakan bahwa Republik Indonesia, yang para
pemimpinnya masih diasingkan di Bangka, bersedia ikut serta dalam Konferensi Meja Bundar untuk mempercepat
penyerahan kedaulatan.[3]
Pemerintah Indonesia, yang telah diasingkan selama enam bulan, kembali ke
ibukota sementara di Yogyakarta pada 6 Juli 1949. Demi memastikan kesamaan
posisi perunndingan antara delegasi Republik dan federal, dalam paruh kedua
Juli 1949 dan sejak 31 Juli–2 Agustus, Konferensi Inter-Indonesia
diselenggarakan di Yogyakarta antara semua otoritas bagian dari Republik Indonesia Serikat yang
akan dibentuk. Para partisipan setuju mengenai prinsip dan kerangka dasar untuk
konstitusinya.[4] Menyusul diskusi pendahuluan yang disponsori
oleh Komisi PBB untuk Indonesia di Jakarta, ditetapkan bahwa Konferensi Meja
Bundar akan digelar di Den Haag.
B.
NEGOSIASI
Perundingan menghasilkan sejumlah dokumen, di antaranya Piagam Kedaulatan,
Statuta Persatuan, kesepakatan ekonomi serta kesepakatan terkait urusan sosial
dan militer.[5] Mereka juga menyepakati penarikan mundur tentara
Belanda "dalam waktu sesingkat-singkatnya", serta Republik Indonesia
Serikat memberikan status bangsa paling
disukai kepada Belanda. Selain itu, tidak akan ada diskriminasi terhadap
warga negara dan perusahaan Belanda, serta Republik bersedia mengambil alih
kesepakatan dagang yang sebelumnya dirundingkan oleh Hindia Belanda.[6] Akan tetapi, ada perdebatan dalam hal utang
pemerintah kolonial Belanda dan status Papua Barat.
Perundingan mengenai utang luar negeri pemerintah kolonial Hindia Belanda
berlangsung berkepanjangan, dengan masing-masing pihak menyampaikan perhitungan
mereka dan berpendapat mengenai apakah Indonesia Serikat mesti menanggung utang
yang dibuat oleh Belanda setelah mereka menyerah kepada Jepang pada
1942. Delegasi Indonesia terutama merasa marah karena harus membayar biaya yang
menurut mereka digunakan oleh Belanda dalam tindakan militer terhadap
Indonesia. Pada akhirnya, berkat intervensi anggota AS dalam komisi PBB untuk
Indonesia, pihak Indonesia menyadari bahwa kesediaan membayar sebagian utang
Belanda adalah harga yang harus dibayar demi memperoleh kedaulatan. Pada 24
Oktober, delegasi Indonesia setuju untuk menanggung sekitar 4,3 miliar gulden utang pemerintah Hindia Belanda.[7]
Permasalahan mengenai Papua Barat juga hampir menyebabkan pembicaraan
menjadi buntu. Delegasi Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus meliputi
seluruh wilayah Hindia Belanda. Di pihak lain, Belanda menolak karena mengklaim
bahwa Papua Barat tidak memiliki ikatan etnik dengan wilayah Indonesia lainnya.[8] Meskipun opini publik Belanda yang mendukung
penyerahan Papua Barat kepada Indonesia, kabinet Belanda khawatir tidak akan
dapat meratifikasi Perjanjian Meja Bundar jika poin ini disepakati.[9] Pada akhirnya, pada awal 1 November 1949 suatu
kesepakatan diperoleh, status Papua Barat akan ditentukan melalui perundingan
antara Indonesia Serikat dengan Belanda dalam waktu satu tahun setelah
penyerahan kedaulatan.[10]
C.
HASIL
Konferensi secara resmi ditutup di gedung parlemen
Belanda pada 2 November 1949. Kedaulatan diserahkan kepada Republik Indonesia
Serikat pada 27 December 1949.[11] Isi perjanjian konferensi adalah sebagai
berikut:
Keterangan tambahan mengenai hasil tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas
Indonesia jang sepenuhnja kepada Republik Indonesia Serikat dengan tidak
bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu mengakui Republik
Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
2.
Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu
atas dasar ketentuan-ketentuan pada Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah
dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland.
Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949
·
Serah terima kedaulatan atas wilayah Hindia Belanda
dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat, kecuali Papua bagian barat. Indonesia
ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi daerah Indonesia,
sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah karena
perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena
itu pasal 2 menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serah
terima, dan bahwa masalah ini akan diselesaikan dalam waktu satu tahun.
·
Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia,
dengan pemimpin kerajaan Belanda
sebagai kepala negara
·
Pengambilalihan utang Hindia Belanda oleh Republik
Indonesia Serikat
D.
DAMPAK
Tanggal 27 Desember 1949,
pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri, yang membentukKabinet Republik
Indonesia Serikat. Indonesia Serikat dibentuk seperti republik federasi
berdaulat yang terdiri dari 16 negara bagian dan merupakan persekutuan dengan
Kerajaan Belanda.
Tanggal penyerahan kedaulatan oleh Belanda ini juga merupakan tanggal yang
diakui oleh Belanda sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia. Barulah sekitar enam
puluh tahun kemudian, tepatnya pada 15 Agustus 2005, pemerintah Belanda secara
resmi mengakui bahwa kemerdeekaan de facto Indonesia bermula pada 17 Agustus 1945. Dalam
sebuah konferensi di Jakarta, Perdana Menteri Belanda Ben Bot mengungkapkan "penyesalan sedalam-dalamnya
atas semua penderitaan" yang dialami rakyat Indonesia selama empat tahun
Revolusi Nasional, meski ia tidak secara resmi menyampaikan permohonan maaf.
Reaksi Indonesia kepada posisi Belanda umumnya positif; menteri luar negeri
Indonesia Hassan Wirayuda mengatakan
bahwa, setelah pengakuan ini, "akan lebih mudah untuk maju dan memperkuat
hubungan bilateral antara dua negara".
Tekait utang Hindia-Belanda, Indonesia membayar sebanyak kira-kira 4 miliar
gulden dalam kurun waktu 1950-1956 namun kemudian memutuskan untuk tidak
membayar sisanya.[18]
DAFTAR
PUSTAKA
https://id.wikipedia.org
Tidak ada komentar:
Posting Komentar